SEJARAH KEBUDAYAAN BETAWI
A.
Latar
Belakang
Salah satu pendapat menyatakan bahwa
kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis ini belum
mengakar kuat. Dalam kehidupan sehari – harinya, mereka lebih sering menyebut
diri berdasarkan lokalitas tempat asal tinggal mereka, sperti Orang Glodok,
Orang Senen, atau Orang Tanah Abang. Diitupan dari Prof Dr Parsudi Suparlan –
Antropolog Universitas Indonesia.
Menurut salah satu tokoh masyarakat Betawi berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya
mencakup
masyarakat campuran benteng Batavia, tetapi juga mencakup penduduk di luar
benteng Batavia tersebut yang biasa disebut dengan masyarakat proto Betawi.
Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut telah berbahasa melayu yang
biasa digunakan oleh masyarakat Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai
bahasa nasional kita.Menurut salah satu tokoh masyarakat Betawi berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya
Pengakuan
terhadap orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial
dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni “Hindia Belanda”, baru muncul
pada tahun 1923. Saat Husni Thamrin , tokoh masyarakat Betawi mendirikan
“Perkoempoelan Kaoem Betawi”. Baru pada waktu itu segenap orang Betawi sadar
mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
Tidak
lah salah jika banyak kebudayaan Indonesia yang lahir dari masyarakat Betawi,
ini dikarnakan ke-aneka ragaman yang dimiliki oleh masyarakat Betawi ini.
Tetapi sangat lah di sayangkan bahwa masyarakat Betawi saat ini kurang bahkan
tidak mengenali lebih dalam kebudayaan asli yang diturunkan oleh dari nenek
moyang mereka sendiri. Dan sangat lah memperihatinkan jika masyarakat Betawi
ini tidak mencintai, karna jika mereka tidak mencintai kebudayaan mereka
sendiri tidak lah menutup kemungkinan kebudayaan asli masyarakat Betawi itu
sendiri.
Sehingga berdasarkan latar belakang di atas, maka kami
tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “SEJARAH KEBUDAYAAN BETAWI”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
judul makalah yang kita ambil, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam
pembahasan kita kali ini adalah :
B.1 Bagaimana sejarah terbentuknya
Etnis dan Kebudayaan Betawi ?
B.2 Kebudayaan apa saja yang
dimiliki oleh etnis Betawi dan bagaimana kondisinya saat ini ?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada
pembaca secara mendasar tentang sejarah terbentuknya Kebudayaan Betawi. Dalam
makalah ini kami juga ingin menjelaskan secara mendalam tetnatng Kebudayaan
asli Masyarakat Betawi.
D.
Pembahasan
D.1. Pengetian Betawi
Betawi berasal dari kata nama
Jakarta dahulu pada saat masa Hindia Belanda, yaitu “BATAVIA”.
D.2. Pengertian Etnis Betawi
Etnis Betawi berasal dari hasil perkawinan antaretnis dan bangsa di masa
lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah
keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut
dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta
D.3, Sejarah lahirnya Etnis Betawi
Lahirnya Etnis
Betawi adalah melalui adanya perpaduan
berbagai kelompok etnis lain, seperti orang Jawa, Bali, Sunda, Makassar, Ambon, Bugis, dan Melayu serta suku – suku
pendatang, seperti India, Eropa, India,dan Tionghoa.
D.2. Sejarah lahirnya kebudayaan
Betawi
Sejarah
terbentuknya kebudayaan Betawi berawal pada abad ke-16 orang Sunda menjadi
mayoritas dinegara kita. Selain itu, terdapat pusat perdagangan dan pelaut
asing dari pesisir utara jawa yang memudahkan terkenalnya kota Jakarta yang
dahulu bernama kota Batavia. Dan pengaruh suku bangsa asing tampak jelas dalam
busana pengantin suku Betawi yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Arab dan
kebudayaan Tiongkok, berbagai nama tempat di Jakarta pun mempunyai nama –
namanya sendiri ; Kampung Bali, kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar,
dan juga kampung Bugis.
Pada sensus tahun 1930 kategori
masyarakat Betawi menjadi mayoritas penduduk kota Batavia dengan jumlah
sebanyak 776.953 jiwa.
Kebudayaan Betawi terus berkembang
dari masa ke masa dengan ciri – ciri kebudayaan yang semakin lama lebih mobile,
sehingga mudah dibedakan dari kelompok etnis – etnis yang lain. Namun perubahan
itu tidak banyak mengubah unsur – unsur kebudayaan aslinya.
Bagi masyarakat Betawi sendiri
segala yang tumbuh dan berkembang kehidupan mereka dirasakan kebudayaan itu
sebagai kebudayaan milik masyarakat Betawi seutuhnya, tanpa mepertimbangkan dari
mana asal mula terbentuknya kebudayaan itu sendiri, jadi tidaklah mustahil bila
bentuk kesenian Betawi sering menunjukan persamaan dengan kesenian daerah atau
bangsa lain.
Kebanyakan kebudayaan Betawi juga
tumbuh dengan sendirinya dengan kesederhanaan masyarakat Betawi sendiri, oleh
karna itu kebudayaan Betawi sering juga digolongkan sebagai kebudayaan rakyat.
Hal yang membuat kebudayaan bisa
diterima oleh banyak pihak juga karna sifat kebudayaan Betawi itu sendiri,
yaitu sifat yang membeda – bedakan golongan.
D.3. Seni dan Kebudayaan Yang
Dimilik Oleh Etnis Betawi
D.3.1.Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari
kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam
kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun
kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat
bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai
suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang
berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh
kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis
Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan
bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai
bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang
digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar
Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia).
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal
dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi
Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam
naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang
digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari
adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan
dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é"
sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau
tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari
tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar
Jakarta Kota, Sawah Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen, Kramat, hingga
batas paling selatan di Meester (Jatinegara). Dialek Betawi pinggiran mulai
dari Jatinegara ke Selatan, Condet, Jagakarsa, Depok,
Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir selatan hingga Jawa Barat. Contoh
penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin S., Ida Royani dan Aminah Cendrakasih,
karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran dan Kramat Sentiong.
Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran adalah Mandra dan Pak Tile.
Contoh paling jelas adalah saat mereka mengucapkan kenape/kenapa'' (mengapa). Dialek Betawi tengah jelas
menyebutkan "é", sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras
mati seperti "ain" mati dalam cara baca mengaji Al Quran.
D.3.2. Seni Musik
Dalam
bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni musik, yaitu :
D.3.2.1. Rebana.
Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk
berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei,Indonesia dan
Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.
Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat populer, terutamanya di
kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang. Tepukan rebana
mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan
pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga
rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi, dimainkannya pada
hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.
D.3.2.2.
gambang Kromong.
Gambang kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan
alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah
alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak
lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang
diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).
Bilahan gambang yang
berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk
bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang
digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina, yang sering disebut salendro Cina atau salendro
mandalaungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambangm kromo,
gong, gendang, suling, kecrek dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi.
Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi
antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa
tampak padaalat-alat musik
gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak
pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukkan
sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting, Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop)
berjudul: Jali – jali, Stambul,Centeh Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya, terdapat pula
lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Kong
Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu dan sebagainya.
Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan
atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai
lawannya.
Gambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri
maupun di daerah sekitarnya (Jabotabek). Jika terdapat lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat, terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes
gambang kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, misalnya,
terdapat lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan dengan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang kromong
kombinasi”. Gambang kromong kombinasi adalah orkes gambang kromong yang
alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern
seperti gitar melodis, bas, gitar , organ, saksofon, drum, dan sebagainya, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan dari pentatonik menjadi diatonik tanpa tanpa
terasa mengganggu. Hal tersebut tidak mengurangi kekhasan suara gambang kromong
sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak
dipaksakan.
D.3.2. Seni Drama.
Seni
drama tradisional Betawi antara lain Lenong. Pementasan
lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat
Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang
pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.
Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian
tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat – alat
musik. Lakon atau skenario lenong umumnya
mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan
perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong
preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti
"dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya
mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan
oleh sutradara dan
umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong
ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus
(bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong
preman menggunakan bahasa
percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang
ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang
membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang
dibandingkan lenong denes.
D.3.3.
Masakan Khas Betawi
D.3.3.1. Nasi ulam Betawi
Seiringperkembangan zaman, tak hanya teknologi saja yang semakin maju. Namun unsur
lainnya, seperti kuliner turut
berkembang. Kuliner di Indonesia mulai bergeser mengikuti perkembangan budaya.
Salah satu kuliner Indonesia yang ikut terkikis oleh perkembangan zaman ialah makanan Betawi.
“Pergeseran rasa dan konten untuk makanan kemudian adanya permintaan pasar, serta kebutuhan makanan dulu dan zaman sekarang yang sudah berbeda,” kata Indra Sutisna, pakar masyarakat Betawi.
Menurut Indra, pergeseran atau penyimpangan boleh terjadi, namun jangan sampai menghilangkan keaslian budaya Betawi.
“Seperti misalnya roti buaya, kalau dulu roti buaya itu khasnya ada rasa tawar, akan tetapi sekarang banyak rasa dan bisa dimakan dengan minuman. Padahal zaman dulu roti buaya digunakan untuk acara adat, tapi sekarang sudah dijual bentuk kecil-kecil. Itu sih boleh saja dilakukan namun saya cuma minta bentuk asli dalam pengolahannya juga jangan berubah, cuma itu saja, kalau dibiarkan perlahan keaslian dari budaya Betawi akan menghilang,” jelasnya.
Indra turut memahami bila pergeseran budaya secara perlahan mulai mengikis keaslian rasanya, karena dalam budaya tidak ada hukum yang melarangnya.
“Perubahan budaya tidak bisa dibatasi, apalagi kuliner karena tidak ada polisi budaya. Budaya pun tidak statis, kalau kaku maka tidak bisa menyeimbangi budaya,” imbuhnya.
Sebisa mungkin pihaknya juga tetap menjaga keaslian rasa dalam hal proses pengolahan, meski secara perlahan kuliner Betawi sudah mulai terpengaruh daerah luar.
“Lebih banyak cara penyajian atau pengemasan, pembungkusannya harus asli. Cara pembuatannya tetap alami, meskipun ada perubahan zaman, dan itu tetap kita pertahankan,” tutupnya.
Salah satu kuliner Indonesia yang ikut terkikis oleh perkembangan zaman ialah makanan Betawi.
“Pergeseran rasa dan konten untuk makanan kemudian adanya permintaan pasar, serta kebutuhan makanan dulu dan zaman sekarang yang sudah berbeda,” kata Indra Sutisna, pakar masyarakat Betawi.
Menurut Indra, pergeseran atau penyimpangan boleh terjadi, namun jangan sampai menghilangkan keaslian budaya Betawi.
“Seperti misalnya roti buaya, kalau dulu roti buaya itu khasnya ada rasa tawar, akan tetapi sekarang banyak rasa dan bisa dimakan dengan minuman. Padahal zaman dulu roti buaya digunakan untuk acara adat, tapi sekarang sudah dijual bentuk kecil-kecil. Itu sih boleh saja dilakukan namun saya cuma minta bentuk asli dalam pengolahannya juga jangan berubah, cuma itu saja, kalau dibiarkan perlahan keaslian dari budaya Betawi akan menghilang,” jelasnya.
Indra turut memahami bila pergeseran budaya secara perlahan mulai mengikis keaslian rasanya, karena dalam budaya tidak ada hukum yang melarangnya.
“Perubahan budaya tidak bisa dibatasi, apalagi kuliner karena tidak ada polisi budaya. Budaya pun tidak statis, kalau kaku maka tidak bisa menyeimbangi budaya,” imbuhnya.
Sebisa mungkin pihaknya juga tetap menjaga keaslian rasa dalam hal proses pengolahan, meski secara perlahan kuliner Betawi sudah mulai terpengaruh daerah luar.
“Lebih banyak cara penyajian atau pengemasan, pembungkusannya harus asli. Cara pembuatannya tetap alami, meskipun ada perubahan zaman, dan itu tetap kita pertahankan,” tutupnya.
D.3.3.2
Kerak Telor.
Kerak telor adalah makanan asli
daerah Jakarta (Betawi), dengan
bahan-bahan beras ketan putih, telur ayam, ebi (udang kering yang diasinkan) yang disangrai kering
ditambah bawang goreng, lalu diberi bumbu
yang dihaluskan berupa kelapa sangrai, cabai merah, kencur, jahe, merica
butiran, garam, dan gula pasir.
D.3.4. Rumah Adat
Betawi
Salah
satu jenis rumah adat Betawi adalah Rumah Bapang atau sering disebut rumah kebaya. Bentuknya sangat
simpel dan sederhana dengan bentuk dasar kotak. Layaknya rumah tinggal, Rumah
Bapang juga memiliki ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi,
dapur, dan dengan tambahan teras.
Selain Rumah Bapang, ada juga Rumah Gudang.Rumah adat betawi ini berbentuk persegi panjang yang memanjang dari depan ke belakang. Atap rumahnya tampak seperti pelana kuda atau perisai, dan di bagian muka rumah terdapat atap kecil yang berfungsi sebagai penahan tempias hujan atau cahaya matahari.
Selain Rumah Bapang, ada juga Rumah Gudang.Rumah adat betawi ini berbentuk persegi panjang yang memanjang dari depan ke belakang. Atap rumahnya tampak seperti pelana kuda atau perisai, dan di bagian muka rumah terdapat atap kecil yang berfungsi sebagai penahan tempias hujan atau cahaya matahari.
Secara keseluruhan, Rumah Betawi berstruktur
rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah yang diberi lantai tegel
atau semen. Dalam kebiasaan sehari-hari, masyarakat Betawi
umumnya membuat teras rumah yang cukup luas sebagai tempat menerima tamu.
Mungkin jika Anda masih ingat sinetron Si Doel Anak Sekolahan, keluarga Si Doel
juga menempatkan kursi tamu di salah satu sisi teras, dan sebuah bale-bale
untuk bersantai di sisi lainnya.
D.3.5.
Baju Adat Suku Betawi.
D.3.5.1. Pakaian sehari – hari.
Pakaian Sehari – hari untuk laki –
laki :
1. Baju
Sadariah, bentuknya sama perti baju koko pada
umunya hanya biasanya berwarna putih.
2. Celana
Batik. Celana batik yang dikenakan adalah celana kolor batik panjang, dengan
warna batik yang tidak terlalu ramai.
3. Skolor
batik panjang, dengan rung pelekat. Kain pelekat ini bentuknya seperti
selendang yang ditempatkan pada pundak atau dielempangkan di leher.
4.
Peci. Peci yang digunakan berwarna hitam
dan berbahan beludru.
Pakaian
sehari – hari untuk wanita :
1.
Baju kurung berlengan pendek. Baju
kurung yang dikenakan memiliki lengan pendek, tak jarang ditambahi saku di
depannya dengan warna – warna mencolok.
2.
Kain batik. Kain sarung battik yang
digunakan oleh kaum wanita adat betawi biasanya bercorak geometrik dengan warna
– warna cerah untuk dipadukan dengan baju kurung yang dikenakan.
3.
Kerudung. Kerudung yang dikenakan
berupa selendang yang dikenakan pada kepala para Perempan Betawi. Warnanya
serasi dengan warna baju kurung yang dikenakan.
D.3.5.1. Pakaian
Pengain.
Pakaian
Pengantin Laki-laki
Pakaian pengantin laki-laki Betawi
banyak dipengaruhi oleh berbagai adat, antara lain adat Arab, Cina, Melayu,
Barat. Pakaian adat Betawi yang dipergunakan pada pernikahan adat Betawi laki-laki disebut Dandanan Care
Haji. Pakaian pengantin laki-laki ini meliputi jubah dan tutup kepala.
Jubah terbuat dari bahan beludru
berwarna cerah. Jubah bagian dalamnya terbuat dari kain berwarna putih yang
halus. Sedangkan tutup kepala terbuat dari sorban yang disebut alpie. Sebagai
pelengkap digunakan selendang yang bermotif benang emas atau manik-manik yang
warnanya cerah. Agar serasi pengantin laki-laki pernikahan adat Betawi
menggunakan sepatu pantopel.
Pakaian Pangantin Perempuan
Pengantin perempuan dalam pernikahan
adat Betawi mempergunakan pakaian adat Betawi yang Rias besar Dandanan Care
None Pengantin Cine. Baju yang dikenakan blus bergaya cina berbahan satin yang
berwarna cerah. Bawahannya menggunakan rok yang disebut kun yang berwarna gelap
dengan model duyung. Warna yang sering digunakan adalah hitam atau merah hati.
Sebagai pelengkap bagian kepala
dikenakan kembang goyang bermotif burung
hong dengan sanggul palsu, dilengkapai cadar di bagian wajah. Pada bagian
sanggul dihiasi juga dengan bunga melati yang disebut roonje dan sisir.
Perhiasan lain yang digunakan kalung lebar, gelang listring, dan hiasan teratai
manik-manik dikalungkan dibagian dada, serta selop dengan model perahu sebagai
alas kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar