Ini bermula ketika
keisengan gue muncul ingin jalan-jalan malam untuk menenangkan pikiran gue,
saat itu gue masih duduk di bangku sekolah menengah atas. tekadang saat pikiran
sudah menemukan puncak pusing-pusingnya, tidak ada salahnya untuk pergi sejenak
dan tenangkan pikiran. Tinggal di Jakarta memang sudah terlalu penat bangat,
setiap tahunnya pasti selalu ada orang baru yang datang ke Jakarta untuk
mencoba keberuntungan hidup dan sangat berbanding terbalik dengan orang yang
pergi dari Jakarta untuk pindah ke kota lain atau kembali ke kampung
halamannya. Untuk kalian yang belum pernah ke Jakarta, lo akan nemuin berbagai
jenis menusia dengan pikiran yang beraneka ragam, dari orang yang polos, baik,
maupun jahat, Yup, Maklum Jakarta, Ibu kota Indonesia. Jadi inget waktu gue
ditanya sama guru SD gue.
"Andri, apa nama ibu
kota Indonesia ?" tanya guru SD gue.
" Tahar bu"
Jawab gue sambil pegang kepala temen sebangku gue, karena saat itu gue lagi
main kelepak-kelepakan kepala sambil nyebut nama bokap. Tahar nama bokap temen
gue.
"Dasar bego kamu!
Ibu kota Indonesia itu Jakarta" Guru SD gue kesel.
Setiap kota selalu
mempunyai identik kotanya masing masing yang memberikan ciri khas tersendiri
untuk kota itu, seperti bandung dengan Gedung satenya, Yogyakarta dengan
Malioboronya, Palembang dengan Jembatan amperanya dan Jakarta dengan Monasnya.
Monas terletak di Jakarta pusat, sebuah bangunan tinggi runcing ke atas dan
didalamnya banyak benda benda bersejarah. Tapi kalau ditanya siapa yang belum
pernah naik ke atas monas, gue ialah salah satu orangnya.
Keisengan gue membuat gue
tiba di Monas malam hari. Ketika lagi nongkrong dipinggiran monas, gue melihat
banyak bangat orang-orang disana, dari yang sendiri, berpasangan, maupun dengan
keluarga. Ditengah dinginnya angin malam monas dan dibawah langit gemerlap, Gue
terfokus dengan salah satu rombongan keluarga yang ingin beranjak dari
rerumputan di pinggiran Monas. Dari gelagatnya mereka terlihat orang luar kota,
karena pakaian mereka terlihat seperti pakaian yang masih dari pedalaman di
hutan Indonesia, yah , gue juga enggak mau terlalu mau ambil pusing siapa
mereka. ketika mereka pergi, sepertinya mereka meninggalkan sesuatu disana, gue
enggak tau memang tertinggal atau sengaja ditinggal. gue berjalan ke arah benda
tersebut, yang gue temuin ialah sebuah boneka jerami kecil, tanpa pikir panjang
gue ambil boneka itu dan gue berlari, baru gue berlari sekitar 2 meter ternyata
gue sadar kalau rombongan keluarga itu sudah hilang. yah mau gimana lagi, hal
hasil boneka itu gue taro dibelakang kantong celana gue. saat itu gw sedang
pakai kaos tangan panjang warna merah dan celana jeans yang gue beli di pasar
malam.
Ketika gue celingak
celinguk dan berharap masih menemukan rombongan keluarga yang jatuhin boneka
jerami itu, gue malah ngeliat tukang teh botol, seorang abang abang kiranya
berumur 30 tahunan pakai kaos hitam dan celana jeans warna biru. sebenrnya gw
lagi pengen yang manis manis kaya duren, gue suka bangat sama duren, saking
sukanya waktu SD pagi siang malam gw makan duren terus gw mabok. karena enggak
ada duren teh botol pun boleh juga. Gue deketin abang-abang penjual teh botol,
abang itu membujuk gue untuk beli teh botol , gue pun terbujuk rayuannya.
ketika teh botol sudah gue seruput habis, gue jalan ke arah rerumputan yang
tertiup angin malam monas, baru sekitar lima langkah gue berjalan, terdengar
suara teriakan yang lantang dari belakang gue, gue nengok, yang gue lihat si
abang-abang penjual teh botol manggil gue.
"Mas-mas bayar dulu
teh botolnya baru pergi woi" penjual teh botol teriak ke gue. " Oh
iya bang, tunggu bentar" gue bales teriakan si abang-abang penjual teh
botol sambil berjalan ke dia.
" jadi berapa bang ?
" gue tanya sambil ambil dompet di kantong celana dan mata gue menatap
kagum ke arah si abang-abang penjual teh botol. Gimana enggak kagum, ada
penjual teh botol yang rela berjualan semaleman dan gue yakin dia berjualan
untuk menghidupi keluarganya. kalau gue pikir secara mendalam, seketika rasa
kagum gue berpindah ke arah teh botol, gimana engga, teh botol mampu menghidupi
puluhan keluarga bahkan ribuan keluarga. contoh orang tua yang pusing
menghidupi keluarganya tetapi saat mereka keterima di pabrik teh botol, mereka dapat
menghidup keluarganya dengan penghasilan dari kerja di pabrik tersebut. sama
halnya penjual teh botol, dari keuntungan jual teh botol tersebut, mereka dapat
menghidupi keluarga mereka tersebut. Kalau ada kaos yang bertulisan I love
Jakarta, I love Bandung, I love Yogya mungkin gue akan lebih pilih I love teh
botol.
Baik, kembali ke alur
cerita dan berhenti kagum kepada teh botol.
" Seratus lima puluh
ribu mas" Sahut si abang-abang penjual teh botol dengan lantang tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Gue *Bengong*
"Serius bang ?" jawab gue *Lanjut bengong lagi* "Iya bener,
cepet bayar ?" Bales dari si abang-abang teh botol.
" Yang bener aja
bang, masa satu teh botol kaya gini seratus lima puluh ribu?" Bales gw.
"Gw enggak mau tau
pokoknya cepet bayar, seratus lima puluh ribu" Si abang-abang teh botol
dengan nada agak tinggi.
"bercanda ya bang ? Bercandaaaa ya bang ?
bercandaaaaaaaaaaa ya bang ?" gw jawab itu berulang ulang sambil ketawa
tawa meledek si abang teh botol.
" Gue serius ....
!" Jawab si abang teh botol sambil menatap mata gue. Gue hanya bisa
bengong sambil menatap teh botol.
*Hening*
"Bang, gw enggak
punya uang segitu banyak, tapi gw punya ini !" *sambil ngeluarin boneka
jerami yang ada di kantong belakang celana gue*
"Apaan tuh ?, gue
enggak mau bercanda ?" kata penjual dengan tampang yang serius.
*Crot*
gue tusuk kedua lobang
hidung boneka jerami dengan jari telunjuk dan jari tengah gue. "Ini boneka
yang bisa santet anak lo bang" Jawab gue sambil tusuk lobang hidung boneka
jerami dengan jari gue.
"Orang gue engga punya anak" *crot*
Jawab si abang teh botol sambil tusuk lobang hidung si pemegang boneka jerami
*yaitu gue* pake kedua jarinya.
"Ampung bang.. damai
aja ya" jawab gue sambil engap engga bisa napas.
*gue keluarin uang 20
ribu dari kantong celana*
Dengan kedua lobang
hidung yang masih di colok sama si abang teh botol.
"Nah, gitu damai kan
asik, jangan main santet santetan masih muda, enggak bae" jawab si abang
teh botol sambil ambil uang dan memasukan kekantong celananya.
"Belajar yang bener, jangan nongkrong
mulu di monas" jawab si abang teh botol yang terlihat belum puas dengan
ceramahnya.
"Baik bang"
Jawab gw sambil engap-engapan karena kedua jari abang teh botol belum di cabut
dari lobang hidung gue.
"Bangg, Bangg, boleh
cabut jari lo dari hidung gue" jawab gue yang udah dikit lagi butuh tabung
oksigen.
"Oh iya gue lupa,
bentar" Jawab si abang teh botol. *si abang teh botol pun cabut jarinya
dari kedua lobang hidung gw.
* Akhirnya gue bisa
bernapas normal, dan gue berjabat tangan sama si abang teh botol*. Kemudian gue
pulang dengan damai.